
Kepala Dua
Dahulu cekikik tawa menggelitik perut
Hari demi hari terlewati tanpa guncangan gelisah di hati
Menyambut setiap pagi dengan dihiasi berjuta mimpi
Kini semua harapan itu seakan terbanting bertubi tubi
Canda tawa hanyalah bingkai kecemasan
Kertas putih kini mulai tergoreskan
Terpenuhi coretan keluh kesah tak tertahankan
Geli dan basah sangat sering menyentuh diri
Dinginnya agin malam dan gelapnya langit hitam seakan mengerti
Kain bantal senantiasa mengusap basahnya pipi
Tak terasa dewasa sedikit mengerikan
Pikiran sunyi namun menegangkan
Terdengar haha hihi, iri dan dengki sana sini
Diri terkontaminasi dan terobsesi
Hingga gertaran semangat membangunkanku dari lamunan ini
Posting Komentar